NU dan Muhammadiyah merupakan suatu organisasi masa yang bergerak dalam bidang keagamaan yang merujuk pada agama Islam di Indonesia. Kedua organisasi tersebut merupakan organisasi Islam yang terbesar di Nusantara. Seringkali kita mendengar bahwa terjadi perbedaan prinsip dan tata cara dalam melakukan ibadah pada kedua organisasi tersebut. Dengan adanya perbedaan tersebut tentu tak heran jika sering terjadi gesekan antara keduanya. Namun pada umumnya keduanya menerapkan ajaran Islam dengan benar.
Apa Perbedaan NU dan Muhammadiyah
Banyak orang yang tidak mengetahui apa perbedaan NU dan Muhammadiyah itu sendiri. Oleh karena itu, kita dapat menyimak perbedaan dari kedua organisasi masa tersebut. Pada mulanya Muhammadiyah merupakan organisasi yang didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan pada tanggal 18 November 1912 di Yogyakarta dengan tujuan untuk memberikan dukungan terhadap upaya pemurnian ajaran Islam yang pada masa itu sangat identik dengan hal – hal yang berkaitan dengan mistik.
Pada mulanya Muhammadiyah sendiri hanya tersebar di daerah karesidenan, misalnya Yogyakarta, Surakarta, Pekalongan dan lain sebagainya. Seiring berjalannya waktu, persebarannya meningkat pesat di berbagai daerah. Sementara itu, NU merupakan organisasi Islam yang lahir pada 31 Januari 1926 di Yogyakarta. Pada awalnya organisasi tersebut bergerak pada bidang pendidikan, sosial, serta ekonomi.
Kedua organisasi tersebut juga memiliki perbedaan dalam menyikapi sebuah masalah yang muncul dalam kehidupan. Pada paham yang diajarkan oleh Muhammadiyah, setiap persoalan yang muncul tentu harus dilihat terlebih dahulu apakah pada Al Quran terdapat dalil yang mengatur persoalan tersebut atau tidak. Jika tidak diatur dalam Al Quran serta hadist, barulah Muhammadiyah mengkaji masalah tersebut sesuai dengan pemikiran manusia dan dalil – dalil terdekat terhadap persoalan yang tengah mencuat.
Apa Perbedaan NU dan Muhammadiyah
Pada sisi lain, NU menggunakan paham dimana setiap masalah yang muncul akan dikaji terlebih dahulu, setelah itu barulah dicari kebenaran dalil tersebut sesuai dengan pandangan para tokoh agama. Jika pada tahap mencari kebenaran menurut pandangan para tokoh agama telah dirasa tepat dan menemui titik terang, maka tidak perlu dengan mencari dalil pada Al Quran dan hadist. Namun jika pendapat ulama atau tokoh belum dapat mencapai titik terang, maka wajib untuk mencari pada Al Quran dan hadist.